BAB I
Pendahuluan
A.
Latar belakang
Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan
hokum perikatan. Hal ini berdasarkan konsep dan batasan definisi pada kata
perjanjian dan perikatan. Pada dasarnya hokum perjanjian dilakukan apabila
dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau
terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan suatu
hal.
Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak
melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban
kepada masing-masing pihak untuk memerikan hak dan kewajiban kepada
masing-masing pihak untuk memberikan tunttan atau memenuhi tuntutan tersebtu.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya
tidak aka nada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian
tertentu yang disepakati oleh masing masing pihak.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian asas perjanjian dan syat-syarat perjanjian ?
1. Apa pengertian asas perjanjian dan syat-syarat perjanjian ?
2.
Apa pengertian perikatan dan
sumber-sumbernya dan macam-macam perikatan .?
3. Apa saja berapejanjian penting.?
3. Apa saja berapejanjian penting.?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas maka dapat dicapai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian asas perjanjian dan syarat perjanjian.
2. Untuk mengetahui sumber-sumber perikatan.
3. Untuk mengetahui apa saja perjanjian yang penting
1. Untuk mengetahui pengertian asas perjanjian dan syarat perjanjian.
2. Untuk mengetahui sumber-sumber perikatan.
3. Untuk mengetahui apa saja perjanjian yang penting
BAB
II
PEMBAHASAN
HUKUM
PERJAJIAN
1. Asas
Dalam Perjanjian
a. Asas Terbuka
1) Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa
saja, asalkan tidak melanggar UU, ketertiban umum dan kesusilaan.
2) Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338
(1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka
yang membuatnya”
b .Asas Konsensualitas
1) Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang
timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Asas
konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata.
2) teori pernyataan
- perjanjian
lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan.
-perjanjian lahir sejak para pihak
mengeluarkan kehendaknya secara lisan dan tertulis. Sepakat yang diperlukan
untuk melahirkan perjanjian dianggap telah tercapai, apabila pernyataan yang
dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain.
-Teori
Penawaran bahwa perjanjian lahir pada detik diterimanya suatu penawaran
(offerte). Apabila seseorang melakukan penawaran dan penawaran tersebut
diterima oleh orang lain secara tertulis maka perjanjian harus dianggap lahir
pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban secara tertulis dari
pihak lawannya.
-Asas
kepribadian suatu perjanjian diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata, yang
menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama
sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya
sendiri.
-Suatu
perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak
yang membuatnya dan tidak mengikat orang lain (pihak ketiga).
2. Syarat-Sahnyat Perjanjian
Menurut
Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang
sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata.
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
a. Kesepakatan
Kesepakatan Yang dimaksud dengan
kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima
atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian
tersebut.
Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau
kekhilafan.
b. Kecakapan
Kecakapan di sini berarti para pihak yang
membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek
hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak.
Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan oleh hukum, yaitu
anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan
orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan
belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila
seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk
membuat perjanjian.
c. Hal
tertentu
Maksudnya objek yang diatur kontrak harus
jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi, tidak boleh samar-samar. Hal
ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan
mencegah timbulnya kontrak fiktif.
d. Sebab
yang dibolehkan
Maksudnya isi kontrak tidak boleh
bertentangan dengan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum,
dan atau kesusilaan.
3.
Peihal
perikatan dan sumber-sumbernya
a. Pengertian Perikatan:
Pengertiaan
perikatan ialah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua
orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesutu dari yang
lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan meenuhi tuntutan itu.
Perjanjian:
Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
b. Sumber-Sumber
Perikatan
Sumber-sumber perikatan, oleh
undang-undang diterakan, bahwa suatu perjanjian lahir dari suatu prsetujuan
(perjanjian) atau dari undang-undang. perikatan yang lahir dari undang-undang
dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatanyang lahir dari undang-undang saja
dan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Yang belakangan
ini, dapat dibagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari suatu perbutan yang
diperbolehkan dan yang lahir dari perbuatan yang berlawanan dengan hukum.
Apabila seorang berhutang tidak memenuhi
kewajibannya, maenurut bahasa hukum ia melakukan “wanprestas” yang menyebabka
ia dapat digugat di depan hakim.
Dalam hukum berlaku suatu asas, orang
tidak boleh jadi hakim sendiri. Seorang berpiutang yang menghendaki pelaksanaan
suatu perjanjian dari seorang berhutang yang tidak memenuhi kewajibanya, harus
meminta perantara pengadilan.
4.
Macam-macam
perikatan
Bentuk perikatan yang
paling sederhana, iayalah suatu perikatan yang masaing-masing pihak hanya ada
suatau orang dan sutu perestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya.
Disamping bentuk yang paling sederhana itu, terdapa berbagai macam perikatan
lain yang akan dapat diuraikan satu persatu di bawah ini..
a.
perikatan bresarat (voorwaardelijk)
perikatan bersarat adalah suatu perikatan
yang ditanggungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu
akan terjadi atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa
perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu itu timbul.
Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada
suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende vorwaarde).
Contohnya apabila saya berjanji kepada seseorang untuk membeli mobilnya kalau
saya lulus dari ujian, disini dpat dikatakan bahwa jual beli itu akan terjadi,
kalau saya lulus ujian.
b.
Perikatan yang ditanggungkan pada suatu
ketepatan waktu (tijdsbepling)
Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketepatan waktu ialah
yang pertama berupa suatu kejadian atau perisiwa yang belum tentu atau tidak akan
terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang,
meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meningalnya
seseorang. Contoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketepatan
waktu, banyak sekali dalam praktek, seperti perjanjian perburuhan , suatu
utang wesel yang dapat ditagih suatu
waktu setelahnya dipertunjukan dan lain sebagainya.
c.
Perikatan yang memperboleh memilih
(alternatief)
Ini adalah suatu perikatan, dimana terdapat dua atau lebih
macam perestasi, sedangkan kepada
siberhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya, ia boleh memilih
apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau uang satu juta rupiah.
d.
Perikatan tanggung-menaggung
Suatu
perikatan dimana terdapat beberapa orang bersama-sama sebagai pihak debitur
berhadapan dengan satu kreditur atau sebaliknya.Bila beberapa orang berada di
pihak debitur maka tiap- tiap debitur itu dapat dituntut untuk memenuhi seluruh
utang. Sebaliknya bila beberapa orang berada dipihakkreditur, maka tiap-tiap
kreditur berhak menuntutpembayaran seluruh utang.
e.
perikatan yang dapat dibagi dan yang
tidak dapat dibagi
apakah suatau perikatan dapat dibagi atau tidak, tergantung
peda kemungkinan tindakannya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula
dari kehendak atau maksut kedua belah phak yang membuat sutu perjanjian.
Persoalan dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan , barulah tampil ke muka,
jika salah satu pihak dalam perjanjian digantikan oleh beberapa orang lain. Hal
mana biasanya terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia
digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya.
f.
perikatan engan menetapkan hukuman
untuk mencegah jangan
sanpai si berhutang dengan mudah saja melarikan kewajibannya, dalam peraktek
banyak di pakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila
tidak ditepati kewajibanya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatau
jumlah uang terntu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang
sejak semula sudah di tetepkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian
itu.
5.
Perikatan-perikatan
yang lahir dari undng-undang
Sebagai mana yang telah
diterangkan, suatuperikatan yang lahir dari undang-undang atau dari
persetujuan.
Perikatan-perikata yang lahir dari
undang-undang dapat dibagi lagi atas :
a.
Yang lahir dari undang-undang saja
b.
Yang
lahir dari undang-undang karena perbatan seorang, sedangkan perbuatan orang
ini dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan atau yang melangar hukum
6.
Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa
Kata eresiko,
berati kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian di luar
kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksutkan dalam
perjanjian.
Pasal 1237 menetapkan, bahwa dalam suatu
perjanjian mengenai pemberian suatu barang tertentu, sejak lahirnya perjanjian
itu barang tersebut sudah menjadi tangguangan orang yang berhak menagih
penyerahannya.
Yang dimaksutkan
oleh pasal tersebut,ialah suatau perjanjian yang mletakan kewajiban hanya pad
suatu pihak saja (eenzijdige overeenkomst) ,misalnya suatu schenking. Jikalau
seseorang menjanjikan akan memberikan seekor kuda (schenking) dan kuda ini
sebelum diserahkan mati karena disambar
petir maka perjajian diangap dihapus. Orang yang menyerahkan kuda bebas dari
kewajiban untuk menyerahkan. Ia pun tidak usah memberikan suatu kerugian dan
yang akhirnya menderita kerugian ini adalah orang yang akan menerima kuda itu.
7.
Perihal hapusnya perikatan.
Undan-undang
menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya perikatan :
1)
Karena pembayaran
Yang dmaksut oleh undang-undang perkataan
“pembayaran” ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela,
artinya tidak dengan paksaan atau
eksekuensi. jadi perkataan pembayaran itu oleh undang-undang tidak melulu
ditujukan pada penyerahan uang saja, tetapi penyerahan tiap barang menurut
perjajian, dinamakan pembayaran. Bahkan si pekerja yang elakukan pekerjaannya
untuk majikannya dikatakan “membayar”.
2)
penawaran pembayaran
tunai diikuti oleh penyimpanan
Ini, suatu cara pembayaran untuk menolong
si berhutang dalam hal si berpiutang tidak suka menerima pembayaran. Barang
yang hendak di bayarkan itu di antarkan pada si berpiutang atau ia
diperingatkan untuk mengambil barang itu dari suatu tempat. Jikalau ia tetap
menolaknya, maka barang itu dsimpan di suatu tempat atas tanggungan si
berpiutang.
3)
pembaharuan hutang
suatu pembuatan perjanjian baru yang
menghapuskan suatu perjanjian lama, sambil meletakan perjanjian baru. Menurut
pasal 1415, kehendak untuk mengadakan suatu pembaharuan hutang itu,harus
ternyata secara jelas dari perbuatan para pihak (dalam pasal ini perkataan akte
dari perbuatan)
4)
kompenasi atau
perhitungan hutang timbal balik
Jika seseorang yang berhutang, mempunyai
suatu piutang pada si berhutang, sehinga
dua orang itu sama-sama berhak untuk meagih piutang satu kepada yang lainnya,
maka hutang piutang antara dua orang itu dapat diperhitungkan untuk suatu
jumlah yang sama. Menurut pasal 1426 perhitungan itu terjadi dengan sendirinya.
Untuk menghitung itu juga tidak diperlukan bantuan dari siapa pun.
Untuk
dapat diperhitungngkan satu sama lain, keduan piutang itu harus mengenai uang
atau mengenai sejumlah barang yang semacam, misalnya beras atau hasil bumi
lainya dari satu kwalitet. Lagi pula kedua piutang itu arus dapat dengan
seketika ditetapkan jumlahnya dan seetika dapat ditagih.
Pada umumnya undang-undang tidak
menghiraukan sebab-sebab yang menimbulkan suatu piutang. Hanya dalam pasal 1429
disebutkan tiga kekecualian piutang-piutang yang tidak boleh
diperhitungkan. Satu sama lain :
a.
jika satu pihak
menuntut dikembalikan barang miliknya dengan cara melawan hak telah diambil
piha lawannya.
b.
Jika satu pihak
menuntut dikembalikanya suatu barang yang dititpkan utau dipinjamkan pada pihak
lawan itu.
c.
Jikalau satu pihak
menuntut diberikannya suatu tunjangan nafkah yang telah menjadi haknya.
5)
percampuran hutang
ini, terjadi misalnya jika
siberhutang kawin dalam percapuran
kekayan dengan si berpiutang atau jika si berhutang mengantikan hak-hak si
barpiutang karena menjadi warisanya ataupun sebaliknya.
6)
pembebasan hutang
suatu perjanjian baru dimana si berpiutang
dengan sukarela membebaskan si berhutang dari segala kewajubanya. Perikatan
hutang piutang itu telah dihapus karena pembebasan kalau pembebasan itu
diterima baik oleh siberhutang, sebab ada juga kemungkinan seseorang yang
berhutang tidak suka di bebaskan dari hutangnya.
7)
hapusnya barang yang
dimaksutkan dalam perjanjian,
menurut pasal 1441 jika suatu barang
tertentu yang dimasutka dalam perjanjian hapus atau karna suatu larangan yang
dikeluarkan oleh pemeintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hinga tidak
terang keadaannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya
barang itu sama sekali diluar kesalahan si berhutang dan sebelumnya ia lalai
menyerahkanya.
8)
pembatalan perjanjian,
sebagai mana telah diterangkan,
perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang
tidak cukup untuk bertindak sendiri, begitu pula yang dibuat karna paksaan,
kehilafan atau penipuan ataupun mempunyai sebab yang bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, dapat dibatalkan. Pembatalan
ini pada umumnya berakibat bahwa keadaan antra kedua pihak dikembalikan seperti
pada waktu perjanjian belum dibuat.
8.
Bebrapa perjanjian khusus yang penting
a.
Perjanjian jual beli.
Adalah suatu perjanjiaan dimana pihak yang
satu menyanggupi akan menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak
lain menyangipi akan membayar sejumlah uang sebagai harganya.
b.
Perjanjian sewa-menyewa
Adalah suatu perjanjian dumana pihak satu
menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama satu jangka waktu
tertentu, sedangkan pihak lainnya menyangupi akan membayar harga yang telah di
tetapkan untuk pemakayan itu pada waktu-waktu yang ditentukan. Pihak penyewa
memikul dua kewajiban pokok, yaitu :
1).
Membayar uang sewa pada waktunya;
2). Memelihara barang
yang disewa itu sebaik-baiknya, seolah-olah barang miliknya sendiri.
c.
Pemberian atau lebih
Ialah suatu perjanjian (obligatoir), dimana
pihak yang satu menyanggupi dengan cara cuma-cuma (om niet) dengan secara
mutlak (onherroepeljir) memberikan suatu
benda pada pihak yang lainya, pihak mana menerima pemberian itu.
d.
Persekutuan
(maastschapa)
Adalah suatu perjanjian dimana beberapa
orang bermufakat untuk bekerja sama
dalam lapangan eknomi, dengan tujuan membagi keuntungan yang akan
diperoleh. Maatschap ini merupakan suatu bentuk kerja sama yang paling sederhan.
e.
Penyuruhan (lestgeving)
Ini adalah suatu perjanjian dimana pihak
yang satu (last gever) memberiksn perintah kepada pihak yang lain (lasthebber) untuk melakukan suatu perbutan
hukum, perintah mana diterima oleh yang belakangan ini. Memang pada asanya
orang dapat menyuruh orang lain melakukan perbuatan-perbuatan hukum untuk
dirinya, kecuali jika perbuatan-perbuatan itu berhubungan dengan sifatnya yang
sangat pribadi yang harus dikeluarka sendiri, misalnya membuat suatu testament.
f.
Perjanjian pinjam
Oleh undang-undang diperbedakan antara :
1. perjanjian pinjam barang yang tak
dapat di ganti (“bruiklening’’) dan 2. Perjanjian pinjam barang yang dapat di
ganti (“vebruiklening”).
1.) perjanjian pinjiam barang yang tak dapat
diganti
Barang yang tak
dapat diganti, misalnya, sebuah mobol atau sepeda. Hak milik atas barang yang
dipinjamkan tetap berada pada pemiliknya, yaitu pihak yang meminjamkan
barangnya. Selama waktu peminjaman
sipeminjam harus memelihara barang tersebut sebaik-baknya, seolah-olah
barang itu milikya sendiri dan sehabis waktu pinjaman Ia harus mengembalikan
dalam kedaan semuala. biaya pemeliharaan serta perbaikan keci harus oleh
dipikul sipeminjam, biaya perbaikan besar harus dipikul oleh si pemilik barang.
2.) perjanjian pinjaman barang yang dapat di ganti
Barang yang dapat diganti,
misalnya uang, beras dan sebagainya. Dalam praktek perjanjian ini hampir selalu ditujukan pada
pinjaman uang.
g.
Penangungan hutang
(borgtocht)
Adalah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi
pada pihak lainnya, bahwa ia menanggung pembayaran suatu hutang, apabila
siberhutang tidak menepati kewajibanya.
h.
Perjanjian perdamayan (dading
atau compromis)
Ini adalah suatu perjanjian dimana dua
pihak membuat suatu perdamaiam untuk menyingkiri atau mengahiri suatu perkra,
dalam perjanjian mana masing-masing melepaskan sementara hak-hak tuntutannya.
Perjanjian semacam ini harus diadakan tertulis, jadi tiadak boleh diadakan
secaran lisan saja.
BAB III
penutup
kesimpulan
Asas Terbuka
1) Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa
saja, asalkan tidak melanggar UU, ketertiban umum dan kesusilaan.
2) Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338
(1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka
yang membuatnya”
Syarat-Sahnyat Perjanjian
Menurut
Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang
sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata.
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
a.
Kesepakatan
b. Kecakapan
c. Hal
tertentu
d. Sebab yang dibolehkan
Pengertiaan
perikatan ialah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua
orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesutu dari yang
lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan meenuhi tuntutan itu.
Perjanjian:
Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Sumber-Sumber Perikatan
Sumber-sumber perikatan, oleh
undang-undang diterakan, bahwa suatu perjanjian lahir dari suatu prsetujuan
(perjanjian) atau dari undang-undang. perikatan yang lahir dari undang-undang
dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatanyang lahir dari undang-undang saja
dan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Yang belakangan
ini, dapat dibagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari suatu perbutan yang
diperbolehkan dan yang lahir dari perbuatan yang berlawanan dengan hukum.
Bentuk perikatan yang
paling sederhana, iayalah suatu perikatan yang masaing-masing pihak hanya ada
suatau orang dan sutu perestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya.
Disamping bentuk yang paling sederhana itu, terdapa berbagai macam perikatan
lain yang akan dapat diuraikan satu persatu di bawah ini..
a.
perikatan bresarat (voorwaardelijk)
b.
Perikatan yang ditanggungkan pada suatu
ketepatan waktu (tijdsbepling)
c.
Perikatan yang memperboleh memilih
(alternatief)
d.
Perikatan tanggung-menaggung
e.
perikatan yang dapat dibagi dan yang
tidak dapat dibagi
f.
perikatan engan menetapkan hukuman
Bebrapa
perjanjian khusus yang penting
a.
Perjanjian jual beli.
b.
Perjanjian sewa-menyewa
c.
Pemberian atau lebih
d.
Persekutuan
(maastschapa)
e.
Penyuruhan (lestgeving)
f.
Perjanjian pinjam
g.
Penangungan hutang (borgtocht)
h.
Perjanjian perdamayan (dading atau compromis)
DAFTAR PUSTAKA
Pokok–pokok hukum perdata PROF. Subekti ,S.H.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/pengusaha-dan-kewajibannya/
http://haris14.wordpress.com/
http://www.google.co.id